Senin, 27 Oktober 2008

Matinya Kamera Saku


Senin, 27 Oktober 2008 | 01:59 WIB

Ponsel berkamera bertubi-tubi meluncur ke pasar. Sepuluh tahun lalu, melihat ponsel berkamera VGA saja sudah seperti melihat barang mewah yang menggiurkan. Memandang orang menenteng ponsel berkamera VGA seperti melihat orang yang menenteng harta mentereng ke mana-mana.

Ponsel, baik berkamera maupun tidak, menjadi bagian dari kehidupan dan gaya hidup. Ponsel merupakan kebutuhan utama dan bukan lagi barang mewah. Ponsel berkamera pun menjadi bagian dari gaya hidup modern.

Perkembangan teknologi ponsel berkamera semakin kencang di kedua bidang, baik teknologi seluler maupun teknologi fotografi. Fasilitas 3,5G dan Wi-Fi menjadi atribut wajib. Di sisi fotografi, angka megapiksel (mp) semakin besar, kualitas lensa semakin baik, dan fasilitas lampu kilat semakin memadai.

Ponsel berkamera yang beredar di pasaran secara resmi diyakini sudah mencapai resolusi 8 mp dengan lensa buatan sendiri dan flash. Teknologi seluler di ponsel tersebut sudah mengakomodasi jaringan 3,5G dan Wi-Fi. Adapun kamera saku yang beredar di pasaran memang sudah mencapai resolusi 14,7 mp.

Lebih andal

Secara riil, pasar lebih memprioritaskan harga ketimbang resolusi, meski tak mengenyampingkannya. Misalnya, ponsel berkamera terkini dan resolusi 8 mp berharga Rp 8 juta tentu lebih menarik ketimbang kamera saku resolusi 8 mp berharga sama. Kamera saku tak bisa dipasangi SIM card, sementara ponsel berkamera bisa memotret dan dilengkapi lampu kilat pula.

Dan, bukan tak mungkin resolusi 14,7 mp itu bisa segera disamai ponsel berkamera. Sebuah ponsel berkamera buatan China sudah mengadopsi perangkat keras teknologi fotografi secara hampir utuh. Ponsel berkamera 8 mp tersebut dilengkapi lensa yang besarnya sama dengan kamera saku. Diyakini, besar sensornya menyamai besar sensor yang ditanam di kamera saku dan kualitas gambar pun hampir sama.

Kamera digital memang diproduksi pertama kali dalam bentuk kamera saku. Sony merilis seri Mavica (Magnetic Video Camera) pertama kali tahun 1981. Teknologi digital berkembang terus memungkinkan produksi kamera saku dengan teknologi sensor yang lebih andal dan teknologi penyimpanan (storage) yang lebih aman.

Ponsel dan kamera yang disatukan diyakini pertama kali dirilis secara komersial oleh Sharp dengan produk berkode J-SH04 atau akrab disebut J-Phone. Ponsel berkamera pertama ini dirilis November 2000 beresolusi 0,1 mp. Dan, perkembangan teknologi, baik fotografi digital maupun seluler, terus melaju bak grafik deret eksponensial terhadap waktu.

Seandainya teknologi ponsel berkamera terus saja menyamai teknologi kamera saku, pasti konsumen lebih memilih kamera yang bisa menelepon atau telepon yang bisa memotret. Apalagi teknologi fotografi yang ditanam di ponsel semakin membaik saja. Di kamera saku ada teknologi pendeteksi wajah (face detection), demikian pula di ponsel berkamera 8 mp.

Fasilitas penghilang efek mata merah (red eye reduction) pun sudah ada di ponsel berkamera. Bahkan, ponsel berkamera 8 mp juga sudah dilengkapi memori internal 16MB, fasilitas yang tak dijumpai di kamera saku terkini karena semata-mata mengandalkan kartu memori.

Bahasa fotografi

Publik yang semakin akrab teknologi sudah bisa dipastikan identitasnya. Mereka adalah orang-orang yang akrab internet dan punya e-mail, didukung penyedia jasa seluler yang membuat SIM card yang di-set sambungan internet secara otomatis. Mereka juga adalah orang-orang yang bergaul secara maya melalui jaringan interaktif sosial atau suka membaca dan menulis blog. Sudah tentu, mereka pun sebagian besar akrab dengan fasilitas chat di online messenger.

Orang awam yang gaptek saja paham fotografi meski hanya point and shoot. Sudah tentu pribadi-pribadi yang akrab teknologi digital populer menjadi penikmat fotografi pula. Di mana-mana anak-anak perempuan ABG suka memotret diri sendiri. Dulu hanya bisa di photo box, tetapi sekarang, ponsel berkamera amat memanjakan para ABG putri dengan kesenangan mengabadikan diri sendiri.

Alasan lain, ponsel kamera bisa mengalahkan kamera saku adalah dimensi. Kamera saku ukuran kompak tentu tak sulit ditandingi ponsel berkamera. Ponsel berkamera mengandung dua fungsi, telepon dan fotografi, sementara kamera saku tak bisa mengirim SMS apalagi chatting sambil menulis blog.

Sungguh menyenangkan menjalani aktivitas sehari-hari, baik pada saat bekerja maupun pada saat liburan jika bisa memotret dan membagikannya langsung via internet. Lebih menyenangkan lagi jika menyadari papan ketik di ponsel berkamera nyaman untuk menulis blog. Ponsel berkamera punya papan ketik, tetapi kamera saku tidak.

Maka, jadilah sebuah gaya hidup baru, yakni berbagi keseharian melalui bahasa visual fotografi secara maya.

Mengantongi dua benda mahal tentu merepotkan. Menjaga keduanya menuntut perhatian ekstra agar tak hilang atau tertinggal. Ada orang yang bisa meninggalkan rumah tanpa kamera, tetapi tidak tanpa ponsel. Semboyan para penggemar fotografi, ”jangan tinggalkan rumah tanpa kamera,” akan mudah dilaksanakan dengan kehadiran ponsel berkamera.

Ancaman kamera saku semakin nyata ketika para pedagang kamera menjerit mengenai profit margin yang menipis ketimbang produk kamera besar alias DSLR (Digital Single Lens Reflex). Jeritan semakin keras ketika produsen DSLR meliris DSLR kelas pemula yang harganya semakin murah dan beda tipis dengan kamera saku. Berjualan kamera saku akan diimpit dua pihak, pedagang ponsel dan pedagang DSLR.

Lengkaplah alasan yang membuat kamera saku menjadi produk yang akan meredup. Saat ini lonceng telah berbunyi. Gemanya memang tak langsung terdengar. Tapi, jika tak bersiap, jangan menyesal ketika opini ini terwujud nyata.

Kristupa Saragih Fotografer dan Administrator Fotografer.net

Menghemat Energi Menjangkau Daya Beli


KOMPAS/RENE L PATTIRADJAWANE / Kompas Images
Senin, 27 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Kemajuan teknologi komunikasi informasi yang berkembang menjadi basis ajang interaksi sosial terbesar di dunia, pada saat bersamaan juga menjadikan akses jejaring internet menjadi semakin fungsional dibanding dekade lalu. Akses internet sekarang diakses di mana saja, di kantor, ruang makan, kamar tidur, dapur, dan lainnya.

Resep masakan sekarang tidak lagi tercetak di buku resep, tetapi menjalar melalui e-mail atau situs web. Kemajuan teknologi sekarang memudahkan dan menghadirkan efisiensi bagi siapa saja, tidak hanya para pekerja di kantoran yang menjalankan bisnis sehari-hari, tetapi juga para ibu rumah tangga yang memiliki kesempatan akses digital yang luas ke mana saja.

Konsep OLPC (One Laptop Per Child) yang dikembangkan Dr Nicholas Negroponte, pendiri Media Lab di Massachusetts Institute of Technology, telah mengubah jalannya kehadiran manufaktur komputer pribadi, meminiaturkan komputer bukan hanya notebook, tetapi juga komputer jenis desktop dengan harga di bawah 500 dollar AS.

Miniaturisasi dalam komputer sebenarnya bukan sesuatu yang baru, terutama bukan hanya berbentuk notebook, tetapi sudah pernah dilakukan juga terhadap komputer desktop. Apple memperkenalkan iMac menggunakan komponen notebook, dan beberapa produk lain juga melakukan hal yang sama memanfaatkan komponen notebook sebagai komputer desktop.

Penggunaan komponen komputer notebook untuk menghasilkan komputer desktop memang memiliki beberapa keuntungan, seperti penggunaan daya listrik yang rendah, faktor bentuk yang lebih kecil, menghemat tempat penggunaan, serta penggunaan dan pemasangan yang lebih bersahabat.

Dan, yang tidak kalah menarik dari penggunaan komponen notebook untuk membuat komputer desktop adalah skala ekonomisnya yang lebih rendah sehingga menjadi produk yang lebih terjangkau bagi konsumen pada umumnya. Dari sisi kinerja dan kualitas sebenarnya tidak banyak perbedaan antara komputer jenis ini dan komputer desktop pada umumnya.

Kembaran ”notebook”

Bagi Asustek Computer Inc, semua persoalan ini diejawantahkan secara cepat bak angin topan untuk menghadirkan produk-produk yang andal, ringkas, mudah digunakan, serta terjangkau bagi kebanyakan konsumen dunia. Ketika pertama kali memperkenalkan komputer seri Eee PC, komputer notebook yang ringkas dan terjangkau, konstelasi produk komputer pun berubah drastis.

Banyak produk komputer notebook kemudian meniru keberhasilan Eee PC. Berbagai kreasi notebook diproduksi, memadu ketersediaan teknologi canggih menyaingi keberhasilan notebook Eee PC yang dicari banyak orang di seluruh dunia.

Buat Asus, produsen motherboard terbesar di dunia, keberhasilan Eee PC dikemas lebih jauh dengan menghadirkan Eee Box, komputer desktop yang komponennya kembaran dengan notebook Eee PC.

Produk terbaru Asus ini menggunakan prosesor N270 Atom buatan Intel Corp dengan kecepatan 1,6 GHz, memori 1 GB RAM, serta kapasitas penyimpanan sebesar 80 GB hard disk SATA-150. Seperti pada umumnya komputer notebook, Eee Box mengintegrasik cip pemrosesan grafik Intel GMA 950 dengan teknologi shared video memory.

Walaupun tidak memiliki komponen optik berupa CD- ROM, yang membedakan Eee Box dengan komputer desktop lain adalah pilihan penggunaan sistem operasi di luar Windows XP Home Edition yang pre-installed di dalam hard disk. Produk terbaru Asus ini memiliki sistem operasi kedua yang ditanamkan dalam motherboard disebut Express Gate, teknologi yang sekarang mulai ditanamkan di beberapa motherboard Asus.

Express Gate yang berbasis Splashtop adalah sistem operasi instant-on berbasis Linux, menghidupkan Eee Box di bawah lima detik, memungkinkan penggunanya mengakses situs web, menggunakan aplikasi Skype teleponi internet, melihat dan menata foto digital, atau menghidupkan sistem operasi Windows.

Hemat energi

Produk Eee Box ini juga dilengkapi dengan monitor 16 inci (diagonal 40,64 cm), memungkinkan Eee Box dipasang di belakang monitor menjadikannya sebuah sistem komputer pribadi yang lebih ringkas. Kehadiran Eee Box setidaknya memang akan mengubah arah perkembangan teknologi komputer, mulai menghadirkan komputer yang tidak hanya hemat energi (menggunakan sekitar 25 watt listrik) serta terintegrasi ke dalam sistem jejaring internet yang semakin efisien.

Mereka yang mulai mengasosiasikan diri dengan kehadiran teknologi definisi tinggi, Eee Box memang bukan menjadi pilihan sentra multimedia karena kemampuannya yang terbatas untuk mengalirkan tayangan tajam format 1080p atau 720p.

Bagi mereka yang ingin memiliki komputer yang kedua atau ketiga di rumah, Eee Box adalah pilihan ideal karena hemat energi dan faktor bentuk yang ringkas, tetapi juga harganya yang terjangkau. Memiliki pilihan warna hitam, putih, hijau, dan merah muda, Eee Box terasa serasi menghias interior dapur atau ruang kerja. (rlp)

Teknologi Informasi


Inovatif!
KOMPAS/RENE L PATTIRADJAWANE / Kompas Images
Senin, 27 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Oleh René L Pattiradjawane

Menghadirkan telepon seluler yang semakin cerdas tanpa mengubah faktor bentuk menjadi impian penting produsen ponsel dunia. Dan persaingan untuk secara konstan menghadirkan produk yang semakin cerdas telah memacu industri menghadirkan produk yang lebih canggih, inovatif, cerdas, terjangkau, dan futuristik.

Tidak ada yang menyangkal bahwa iPhone buatan Apple Inc telah mengubah jalannya kehadiran ponsel cerdas merek lain dengan mulai memperkenalkan berbagai fitur canggih yang intuitif. Fenomena iPhone memang memacu industri teknologi komunikasi informasi untuk mampu menghadirkan ponsel cerdas, secerdas komputer yang digunakan sehari-hari di kantor maupun rumah.

Konsumen dunia ternyata membutuhkan gadget canggih yang memiliki fitur mobilitas sebagai pengisi aktivitas digital dalam perjalanan mereka, baik menuju ke kantor maupun ke tempat tujuan tertentu. Kehadiran jenis perangkat ini sekarang menjadi bagian penting, apakah hanya sekadar untuk mengakses informasi di jejaring internet, membaca atau membalas e-mail, mendengarkan musik, atau meneruskan sambungan film serial yang sedang disaksikan di televisi semalam.

Kemajuan teknologi komunikasi informasi sekarang memberikan peluang dan terbentang sangat luas untuk terus-menerus mengisi jalannya kehidupan digital para konsumen, memanfaatkan akses internet yang semakin terjangkau karena kecepatan tinggi, nuansa digital sosial yang berkembang pesat, serta informasi yang semakin luas dan mendalam.

Di pasaran sekarang tersedia beragam pilihan ponsel cerdas yang mampu mengubah jalannya industri teknologi komunikasi informasi, serta menyediakan berbagai alternatif menarik bagi konsumen untuk menelusuri aktivitas digital mereka. Pilihan tak hanya pada faktor bentuk, tetapi juga sistem operasi yang beragam, seperti Mac OS untuk iPhone, Symbian pada produk Nokia, dan Windows Mobile pada berbagai ponsel kategori personal digital assistant.

Dipatahkan

Secara awam, kita pun menyaksikan perkembangan berbagai ponsel cerdas yang dibuat Nokia, Samsung, Sony Ericsson, dan berbagai manufaktur dunia lainnya adalah menyaingi kehadiran iPhone buatan Apple Inc dan menjadi fenomena penting untuk menghadirkan berbagai kecerdasan dalam bentuk perangkat keras, perangkat lunak, maupun rancang desain dalam faktor bentuk yang futuristik.

Selama ini Nokia asal Finlandia, yang menguasai pangsa pasar terbesar ponsel cerdas dunia, berhasil mengejawantahkan produk inovatifnya dalam beberapa seri penting, seperti E90 yang sangat sukses di Indonesia dan E71 yang sangat powerful di kalangan bisnis. Dominasi Nokia ini secara perlahan mulai dipatahkan dengan kehadiran produk iPhone 3G yang sangat intuitif dan futuristik, mudah digunakan, dan dijajakan terjangkau untuk konsumen yang memiliki kontrak dengan operator.

Kehadiran iPhone pada umumnya tidak hanya mengubah lanskap ponsel cerdas, tetapi juga pola bisnis baru tersinkronisasinya gadget futuristik dengan jejaring internet memberikan kemudahan mengakses. Kombinasi iPhone dan iTunes yang memungkinkan untuk mengunduh musik dan video digital maupun berbagai aplikasi memberikan pandangan baru tentang peluang bisnis yang bisa dikembangkan untuk melakukan konvergensi digital secara luas.

Fenomena ini pun akhirnya ditangkap Sony Ericsson, produsen ponsel gabungan yang termasuk dalam lima besar dunia, memperkenalkan seri terbaru ponsel cerdas yang tidak kalah inovatif dengan rancang desain futuristik. Produk yang diberi seri XPERIA X1 ini adalah ponsel cerdas pertama Sony Ericsson yang menggunakan sistem operasi Windows Mobile 6.1 Professional buatan Microsoft.

Perubahan sistem operasi ini sendiri memang selama ini ditutup rapat oleh Sony Ericsson sehingga menjadi pertanyaan sejumlah pengamat ponsel cerdas tentang pergeseran dari sistem operasi ponsel UIQ (user interface quartz) berbasis Symbian. Selama bertahun-tahun Sony Ericsson menggunakan UIQ untuk berbagai ponsel cerdasnya, seperti P800 yang gagal sampai seri P910 yang termasuk berhasil.

Kombinasi kecerdasan

Perpindahan penggunaan Windows Mobile oleh Sony Ericsson kemungkinan merupakan strategi antisipasi menghadapi Research in Motion asal Kanada yang menghadirkan keberhasilan push e-mail. Kita sudah mendengar Nokia melakukan kerja sama dengan Microsoft untuk mengintegrasikan push e-mail ke berbagai produknya, dan Sony Ericsson sendiri tidak mau mengambil risiko ”ketinggalan kereta” dan mengadaptasi langsung Windows Mobile yang lebih mudah terintegrasi dengan Microsoft Exchange, aplikasi e-mail yang populer.

Sebagai ponsel cerdas, XPERIA X1 termasuk produk terobosan menghadirkan kombinasi kecerdasan dalam mengakses dan menjalankan berbagai aplikasi digital maupun menggabungkannya dengan teknologi layar sentuh menggunakan stylus. Rancang desain dengan menggunakan bahan metal pada bagian papan ketik QWERTY menjadikan produk ini menyenangkan digunakan.

Harus diakui, produk Sony Ericsson ini adalah ponsel cerdas paling berhasil yang pernah dihasilkan gabungan perusahaan teknologi elektronik asal Swedia, LM Ercisson, dan Sony Corporation asal Jepang. Kecerdasan XPERIA X1 ini antara lain tecemin dalam penggunaan prosesor MSM7200A buatan Qualcomm yang mampu mengintegrasikan teknologi seluler (HSDPA maupun HSUPA) dan GPS-A sebagai kesatuan dengan kecepatan 528 MHz.

Kecerdasan lain ponsel dengan kamera digital 3,2 megapiksel ini adalah tata letak papan ketik QWERTY yang memasang 12 tombol paling atas tidak terlalu dekat layar monitor dan disembunyikan di balik layar monitor 3 inci (diagonal 7,62 cm) dengan resolusi 800 x 480 piksel. Setelah mencoba menggunakan XPERIA X1 ini, terasa bahwa para insinyur Sony Ericsson mempersiapkan produk ini secara matang dengan produk akhir yang sangat inovatif.

Menggunakan panel sentuh pada posisi vertikal, akses XPERIA X1 menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Tampilan layar yang tajam, serta aplikasi yang responsif, produk ini sangat impresif dan menjadi ponsel cerdas yang memadai untuk digunakan di tengah maraknya jejaring sosial internet.

Kamis, 09 Oktober 2008

Raja Cokelat 2

Raja yang Pemalu
Kamis, 09 Oktober 2008
Oleh : Harmanto Edy Djatmiko


Sejenak, mari kita bernalar. Low profile dan tertutup – dua hal ini jelas beda sekali maknanya. Low profile lebih menunjukkan sikap hidup yang rendah hati, tak mau menyombongkan diri. Sementara tertutup lebih menunjukkan sikap hidup yang cenderung menyendiri dan enggan berbagi.

Namun, entah mengapa, kedua istilah tersebut – low profile dan tertutup – sering dianggap sama oleh banyak pengusaha Indonesia. Sehingga, banyak pengusaha kita, dengan alasan ingin low profile, memilih bersikap tertutup. Sikap seperti itu pula, tampaknya, yang dipilih keluarga Chuang.

Berbagai cara telah ditempuh SWA agar bisa mewawancarai keluarga ini, tapi gagal. Suatu ketika, mereka pernah menyatakan bersedia diwawancara. Namun, sehari sebelum waktu pertemuan yang telah kami sepakati bersama, tiba-tiba mereka membatalkan. Padahal, tujuan kami hanya ingin menggali nilai-nilai dan budaya kerja yang menopang sukses mereka. Tak lebih, tak kurang.

Berbagi ilmu adalah sikap hidup sekaligus pekerjaan mulia. Belum pernah kita dengar dalam sejarah, orang menjadi miskin karena membagikan ilmunya. Justru sebaliknya, orang menjadi semakin kaya setelah ia membagikan ilmunya. Kalau Ceres tidak mau terbuka karena takut dicuri rahasia bisnisnya, ini sungguh alasan kuno dan mengada-ada. Semudah itukah mencuri rahasia sukses sebuah perusahaan? Sukses adalah ramuan rumit dari berbagai unsur. Bukan sekadar kerja keras, gigih dan pantang menyerah – petani kita juga banyak yang begitu, tapi nasibnya tetap saja mengenaskan.

Dalam sukses, biasanya terkandung unsur lain yang lebih mendalam dan mengakar seperti fisolofi, budaya, nilai-nilai, dan kearifan hidup. Unsur-unsur inilah yang seharusnya disebarluaskan agar semakin banyak orang terserang virus entrepreneurship mereka. Alangkah luar biasanya jika semakin banyak perusahan keluarga di negeri ini yang mampu bermetamorfosis seperti Grup Ceres. Tanpa fasilitas pemerintah, kelompok usaha ini telah membuktikan diri mampu bertarung dan menjadi raja di tingkat global. Bagaimanapun, Indonesia masih membutuhkan banyak sekali makhluk yang disebut wirausaha untuk membangun struktur perekonomian yang sehat.

Sikap terbuka dan kesediaan untuk saling berbagi, yang menjadi kunci utama untuk mewujudkan semua itu.

Raja Cokelat

Raja yang Pemalu
Kamis, 09 Oktober 2008
Oleh : Harmanto Edy Djatmiko

Selain menguasai bisnis cokelat dalam negeri, Grup Ceres juga pemain yang sangat disegani di kancah global. Sayang, meskipun sudah go public di Singapura, pemiliknya – keluarga Chuang – sangat tertutup...

Tak perlu analisis canggih untuk menyimpulkan kehebatan Grup Ceres. Kunjungi saja para peritel. Dari yang kelas raksasa macam Carrefour atau Giant, hingga kelas Indomaret dan Alfamart, kios-kios di stasiun bus atau kereta, warung-warung di kompleks perumahan, bahkan kedai-kedai rokok. Di semua tempat itu, dengan gampang akan Anda temui beragam produk keluaran kelompok bisnis ini seperti cokelat merek Silver Queen, Ritz, Delfi, Chunky, wafer Briko, Top, atau biskuit Selamat. Total, ada 27 merek terkenal keluaran Ceres yang menggerojoki pasar makanan berbahan baku cokelat. Sedemikian perkasanya merek-merek tersebut, para pemain cokelat top dunia sekelas Cadbury, Arnotts dan M&M pun dibuatnya keok bertarung di negeri ini.

Itu baru yang kasat mata. Selain menguasai makanan cokelat untuk konsumen individu seperti disebutkan di atas, Ceres juga rajanya cokelat ingridient yang dipasok ke industri. Enam pabriknya tersebar di Malaysia, Thailand, Filipina, Brasil, Meksiko, dan (tentu saja) Indonesia. Dari pabrik-pabrik inilah Grup Ceres mengekspor produk cokelat ingridient-nya ke 30 negara. Untuk urusan ini, kantor pusatnya yang tadinya bermarkas di Bandung, belum lama ini dipindahkan ke Singapura, bernaung di bawah holding company Petra Foods Pte. Ltd.

Nah, Petra Foods adalah perusahaan publik yang telah mencatatkan sahamnya di Singapore Stock Exchange. Namun, mayoritas saham (60%) masih digenggam keluarga Chuang, sedangkan 40% sisanya di tangan publik dan sebuah bank di Prancis. Tahun lalu, omset Petra Foods senilai US$ 836,61 juta dengan laba bersih US$ 24,70 juta. Dengan posisi keuangan sehebat ini, Grup Ceres kini dinobatkan sebagai Raja Cokelat No. 3 Dunia. Kehebatannya hanya bisa ditandingi oleh raksasa Mars Group (M&M) dan Hershey.

Cikal bakal PT Ceres sebetulnya perusahaan tua yang didirikan di Bandung, Jawa Barat, oleh orang Belanda, dengan nama NV Ceres. Ketika Jepang menduduki Indonesia, pemilik Ceres pulang ke Belanda dan menjualnya kepada orang Indonesia dan berganti nama menjadi PT Ceres.

Nah, siapa keluarga Chuang? Masih serba sedikit, memang, informasi tentang keluarga ini. Yang jelas, keluarga Chuang, yang asli Garut, Jawa Barat, bukanlah keturunan Cina seperti disangka banyak orang, melainkan dari Birma. Keluarga ini terdiri dari lima bersaudara. Dua wanita tercatat sebagai komisaris perusahaan dan tiga lelaki sebagai pengendali perusahaan. Lelaki tertua, John Chuang, bertindak sebagai CEO yang mengendalikan perusahaan dari kantor pusat di Singapura. Ia lebih banyak mengontrol keuangan. Selanjutnya, Joseph Chuang lebih banyak berkomunikasi dengan peritel. Yang terakhir, William Chuang, lebih banyak mengurusi food service dan urusan pabrik. Ketiga kakak-adik ini terkenal sebagai jagonya tester cokelat yang tak ada tandingannya di Indonesia sampai sekarang.

Meski perusahaan ini telah go public di Singapura, keluarga Chuang terkenal sangat tertutup. Beberapa sumber SWA mengatakan, keluarga Chuang sebetulnya low profile dan sangat tidak suka publikasi. Sehari-hari, mereka adalah pekerja keras yang gigih dan tak kenal menyerah. Tentu saja, tak ada hal baru – apalagi istimewa – dari penyataan sumber SWA itu. Di mana-mana, pengusaha ya begitu itu. Kalau pengusaha tidak mau bekerja keras, loyo dan mudah menyerah, ya sudah dilibas pesaing sedari dulu.