Selasa, 25 November 2008

Dunia Nyata


Dari Dunia Maya lalu Kopi Darat


KOMPAS/YUNIADHI AGUNG / Kompas Images
Para blogger memanfaatkan warung angkringan Warung Wedang Wi-fi di Jalan Langsat I, Jakarta Selatan, untuk kopi darat.
Minggu, 23 November 2008 | 03:00 WIB

Blogger boleh punya banyak teman yang didapat melalui dunia maya, tetapi itu ternyata tak memuaskan kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Karena itu, para blogger yang merasa punya kesamaan kepentingan atau aspirasi membuat komunitas di dunia nyata.

Komunitas itu muncul di berbagai daerah di Indonesia, seperti komunitas Cah Andong di Yogyakarta, Anging Mamiri di Makassar, Bali Blogger Community (BBC) di Bali, dan Komunitas Blogger BHI (Bundaran Hotel Indonesia) di Jakarta.

Saiful (31) yang bersama temannya, Bachtiar, mendirikan Komunitas BHI pada pertengahan 2006 mengatakan, awalnya dia membuat blog yang isinya adalah unek-unek perasaan sebagai ”orang kampung” yang merantau di Jakarta.

”Banyak sekali hal jauh berbeda di Jakarta dibandingkan dengan kehidupan saya di Cilacap,” kata Saiful yang karyawan Bank Indonesia itu.

Ternyata blog-nya menarik perhatian sejumlah perantau yang punya perasaan sama. Dari sana lalu terpikir untuk bertemu di dunia nyata. Mereka memilih tempat berkumpul di trotoar di depan Plaza Indonesia di seberang Bundaran Hotel Indonesia untuk kopdar (kopi darat). Karena itu, nama komunitas mereka yang sangat cair itu Komunitas BHI. Mereka bertemu di sana tiap Jumat malam sepulang kantor.

Dunia nyata

Dari bertemu secara rutin, mereka merasa harus melakukan sesuatu di dunia nyata.

”Kami tidak ingin dianggap NATO (no action talk only/omong doang),” kata Herman Saksono (27), salah satu moderator Cah Andong.

Selain kegiatan seminar dan bincang-bincang, Cah Andong juga mengadakan kegiatan dadakan seperti bakti sosial dan bersih pantai di Pantai Pandansari, Yogyakarta.

Sebagai kegiatan rutin, blogger Cah Andong mengelola situs wajahjogja.com. Di situs ini, para blogger Cah Andong meliput dan menulis profil orang Yogya.

Profil yang dimunculkan tidak harus orang terkenal atau orang berpendidikan di Yogyakarta, tetapi bisa juga profil rakyat kecil seperti penjaja koran, gelandangan yang jadi korban penertiban, nelayan yang sulit mendapat ikan, dan lain-lain.

Pilihan pada orang kecil bukan tanpa maksud. Dengan cara itu, blogger Cah Andong ingin menggugah kepedulian siapa saja akan nasib rakyat kecil. ”Jadi, jangan hanya mengandalkan pemerintah,” tutur Herman.

Komunitas BHI membangun kegiatan produktif untuk masyarakat tidak mampu di Desa Bangsari, Cilacap. Menurut anggota BHI, Iman Brotoseno, di desa miskin itu mereka membagikan bibit kambing untuk diternak warga desa. Uang hasil penjualan kambing digunakan warga desa untuk menyekolahkan anak-anak mereka.

Jumat malam lalu BHI mengadakan Muktamar Blogger II di depan Plaza Senayan. Menurut Saiful, ada sekitar 40 orang datang di acara yang dimulai pukul 21.00 hingga lewat tengah malam. Di situ mereka juga menutup kampanye Gerakan Seribu Buku yang berhasil mengumpulkan 1.500 buku untuk anak-anak sekolah.

”Kampanye itu kami posting di blog, siapa saja boleh menyumbang,” kata Saiful. Buku yang terkumpul itu dikirim ke sekolah-sekolah antara lain di Yogya, Cilacap, dan Jakarta.

Cah Andong juga memilih Jumat malam untuk acara rutin Juminten-an atau Jumat Midnite Tenguk-Tenguk (nongkrong). Biasanya sekitar 30 orang blogger Cah Andong bertemu di depan monumen Serangan Oemoem Satu Maret di perempatan Malioboro. (IND/BSW/NMP)

Tidak ada komentar: