Selasa, 04 Maret 2008

Menkominfo: 'Kapsul' RI Sulit Tersentuh ICT


Selasa, 4 Maret 2008 - 15:56 wib

JAKARTA - Menkominfo Muhammad Nuh memiliki keinginan agar masyarakat Indonesia yang sangat beragam dapat tersentuh Information Communication Technology (ICT). Akan tetapi, dia mengakui banyak sekali kendala untuk mewujudkannya.

Reporter okezone Muhammad Candrataruna berhasil melakukan wawancara dengan Muhammad Nuh di sela kesibukannya. Pak Nuh diwawancara sekira pukul 16.00 WIB usai menunaikan ibadah salat Ashar.

Berikut petikan wawancaranya:

Perkembangan ICT secara global sangat pesat, begitu pula ICT di Indonesia. Tetapi, apabila diamati, perkembangan ICT tersebut, terutama teknologi informasi, hanya terpusat di kota-kota besar saja. Menurut prediksi Pak Nuh, kapan Indonesia mengalami perkembangan ICT secara merata?

Kalau dilihat dari peta geografis dan demografi sosial, Indonesia berbeda dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, ataupun Filipina. Indonesia sangat luas dan identik dengan keanekaragaman sosial.

Di aspek pendidikan, dari profesi profesor sampai yang tidak bisa baca, ada. Budaya, dari seorang yang serba sibuk, mobile, dan IT-based, hingga nomadic, juga ada. Begitu pula, aspek energi, dari daerah dengan intensitas penggunaan listrik hingga ribuan watt hingga daerah tidak ada listrik pun ada. Itulah kenyataan yang ada di 'kapsul' Indonesia.

Jadi, kalau saya diminta prediksi kapan sekiranya ICT di Indonesia dapat merata, dalam arti semua daerah mendapat komposisi yang sama, menurut saya sulit. Tapi, kalau untuk sekadar memenuhi basic need masyarakat di kawasan tertentu, saya kira itu mungkin. Sekarang ini, Universal Service User (USU) sudah mulai disosialisasikan kepada penduduk Indonesia.

Kalau pun tidak merata, dalam arti tiap-tiap daerah tidak mungkin mempunyai komposisi yang sama, lalu kira-kira kapan penduduk Indonesia dapat terpenuhi kebutuhannya terutama di sektor telekomunikasi dan teknologi informasi?

Dalam kurun waktu 2008 hingga 2009, target kita seluruh bagian Indonesia Insya Allah sudah bisa "kring". Tidak hanya itu, semua penduduk juga sudah menyentuh dunia digital berbasis teknologi informasi.

Kalau mau tahu, dari sekira 72.000 ribu desa yang tersebar di Indonesia, baru 28.000 desa yang bisa menikmati layanan telekomunikasi via pesawat telepon. Ironisnya, angka ini kurang dari 50 persen penduduk di Indonesia.

Prof Dr Ir H. Mohammad Nuh, DEA lahir di Surabaya, 17 Juni 1959. Sebelum menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, dia pernah menjabat sebagai adalah rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya periode tahun 2003-2006.

Berbicara tentang pembangunan Palapa Ring bisa dijelaskan Pak? apa yang mendasari KOMINFO untuk merealisasikan agenda tersebut? Keuntungan apa yang bisa diperoleh masyarakat Indonesia dari Palapa Ring?

Kalau diibaratkan, informasi itu bisa melalui dua jalur, jalan kampung atau jalan tol. Data atau file yang bermuatan ringan, atau berkisar di satuan KB dan MB, diibaratkan motor dan mobil, sedangkan data yang bermuatan besar, berkisar di satuan GB dan TB, diibaratkan truk pengangkut alat berat. Truk sangat sulit melewati jalur kampung, mereka akan cenderung melewati jalan tol.

Hal tersebut menjadi ide dasar dikembangkannya Palapa Ring. Di dunia nyata, demand orang akan transfer data digital dengan kapasitas besar semakin tinggi. Saat ini, pembangunan sarana infrastruktur terus berlangsung. Sebagian besar kepulauan Indonesia akan ditanami kabel Fiber Optik (FO), sehingga jaringan yang terbentuk merupakan rangkaian tertutup yang disebut ring. Kira-kira pertengahan atau akhir 2009, instalasi kabel fiber optik in-land dan sub-marine sudah selesai, dan Palapa Ring sudah bisa aktif, sehingga bisa dinikmati merata, efisien, berdasarkan kebutuhan.

Berapa besar dana yang sudah dianggarkan untuk semuanya hingga selesai?

Untuk instalasi FO ini, dana yang dipakai dari anggaran negara sebesar kurang lebih Rp2,5 triliun hingga Rp3 triliun. Itu belum termasuk biaya pemeliharaan jangka panjang.

Mohammad Nuh adalah anak ketiga dari 10 bersaudara. Ayahnya H Muchammad Nabhani, adalah pendiri Pondok Pesantren Gununganyar Surabaya. Dia melanjutkan studi di Jurusan Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, dan lulus tahun 1983.

Mohammad Nuh mengawali karirnya sebagai dosen Teknik Elektro ITS pada tahun 1984. Dia kemudian mendapat beasiswa menempuh magister di Universite Science et Technique du Languedoc (USTL) Montpellier, Prancis. Mohammad Nuh juga melanjutkan studi S3 di universitas tersebut.

Nuh menikah dengan drg Layly Rahmawati, dan dikaruniai seorang puteri bernama Rachma Rizqina Mardhotillah, yang lahir di Prancis.

Pada tahun 1997, Mohammad Nuh diangkat menjadi direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) ITS. Berkat lobi dan kepemimpinannya, PENS menjadi rekanan terpercaya Japan Industrial Cooperation Agency (JICA) sejak tahun 1990.

Pada tanggal 15 Februari 2003, Mohammad Nuh dikukuhkan sebagai rektor ITS. Pada tahun yang sama, Nuh dikukuhkan sebagai guru besar (profesor) bidang ilmu Digital Control System dengan spesialisasi Sistem Rekayasa Biomedika. Ia adalah rektor termuda dalam sejarah ITS, yakni berusia 42 tahun saat menjabat. Semasa menjabat sebagai rektor, dia menulis buku berjudul Startegi dan Arah Kebijakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (disingkat Indonesia-SAKTI).

Selain sebagai rektor, Mohammad Nuh juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur, Sekretaris Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya, Anggota Pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya, serta Ketua Yayasan Pendidikan Al Islah Surabaya.


Tidak ada komentar: